16 Des 2008

Kriminalitas yang Terkenal


"Tidak semestianya dia berada di BUI, tidur beralas tikar, bau pesing, banyak nyamuk" dan berjuta alasan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Begitu hangat topik yang dibicarakan, seolah melumatkan berjuta problematika kriminal lain di negeri ini, yang notabene sekadar maling ayam, Guru melecehkan murid, pencuri jemuran ato hanya tukang copet dadakan. Bahkan hampir headline majalah cetak maupun online tak lepas dari berita yang seakan wajib ditonton atau dibaca sebagai temen minum kopi, berita soal si Anu atau si Ini yang baru saja menyelesaikan 1 - 2 scene sebuah film dan berakhir dengan menyewa pengacara lantaran terjerat kasus gak mutu. Kasus yang bagi gelandangan sangat sulit untuk mendapat perhatian publik, not famous, no empaty, Buku hukum Negeri tercinta ini sungguh sangat ramah dan memberikan toleransi lebih bagi siapa saja yang mampu membeli kata sepakat dengan palu pengadilan, sepakat soal traktir makan, transfer duit, ato besan juragan.

Cerita tentang matinya si pembangkang kroco, peluru nyasar, penertiban demonstran, tidak perlu dipersoalkan karena itu tidak akan menjadi berita utama yang akan menusuk mata masyarakat untuk menyimaknya (mereka tidak terkenal dan tidak perlu serius bagi media untuk berlarut-larut mengikuti proses hukumnya). Mungkin ungkapan ini lebih cocok kita berikan untuk negara tetangga, karena saya yakin negeri kita tidak begitu, ya? ato malah sebaliknya saya sendiri gak paham.

Kesalahan-kesalahan yang telah dibuktikan dengan pasal-pasal hukum sebenarnya telah banyak bertoleransi, kenapa juga masih memberontak untuk mencari kebebasan. Karena uang? karena kasihan si aktor terancam kurus lantaran makan nasi jatah? TIDAK....... Katakan TIDAK untuk memberikan kasur empuk buat penjahat kelas cupu, biasa mandi luluran biarkan mereka mandi air got, itu lebih baik.

Hukum kita telah banyak dinodai dengan uang, jabatan, popularitas, kerabat, tak merasa malukah kita jika suatu saat nanti anak cucu kita men-cap leluhurnya dengan sebutan "PECUNDANG"?.

Jangan menjadikan hukum sebagai alat untuk mengasihani popularitas, karena hukum itu bukan untuk dipopulerkan tapi untuk dipahami.

Tidak ada komentar: