14 Mar 2008

Cup of Tea

Akhir tahun 2007, aku bertamu ke teman jauh di belahan pulau Sumatera.
Adi namanya, punya seorang kekasih yg cantik luar biasa (kata temenku). Setiap hari kekasihnya datang menengok Adi di tempat kerja. "Asyik betul ya bang punya cewek yang perhatian kek abang punya" kataku suatu hari. Terkekeh, serasa ingin meluapkan rasa terpujinya, salah tingkah, adem panas*, dan lain-lain lah.
Punya rumah sendiri, pembantu yang baek, susana hommy* selalu terasa setiap aku memasuki rumahnya. Andai akulah Adi itu......pikirku, "tehnya mas silahkan diminum" (byarrrr.......lamunanku buyar oleh suara pembantunya). Terima kasih kataku.

Kulihat kebiasaan Adi minum teh secangkir berdua dengan kekasihnya, indah, menyenangkan,membuat aku ingin cepat2 menyainginya (dalam urusan ini). Ada pengharapan saat kulihat kebahagiaan yg terpancar di kedua wajah temanku. Kebiasaan yang kadang-kadang orang enggan melakukannya disaat mereka telah menikah beberapa tahun lamanya. Kebiasaan yang justru sangat diperlukan karena setelah menikah semua kebiasaan berganti, ungkapan "kalo engkau bunga - akulah kumbangnya" yang serasa geli kalo diungkapkan setelah menikah.

Memang manusia, selalu merasa nyaman berganti2 kebiasaan tanpa pandang bulu. Adi-pun seperti itu, suatu hari kulihat tampak enggak semangat betul dia, kutanyakan soal apa pasalnya. "entahlah, enggak habis pikir aku bang", eit....... what's up bro? (bahasa gaulnya). Ealah....... tau aku, ternyata kekasihnya marah2 sama dia, "sok-sok"an berantem, cemburu, merasa kurang perhatian, macem-macem, alasan sederhana yg tak masuk akal, ( maap....aku terkekeh saat Adi mengungkapkan kegelisahaanya) lucu. Dalam hatiku, kemana kebiasaan minum teh secangkir berdua? tidak berefek ato ritual itu hanya sebagai tampilan rasa bahagia saat berkumpul dengan teman-temannya. Sungguh dunia yg aneh, bukan saja sinetron yg selalu bikin lawakan ternyata.

Apa benar cinta itu membutuhkan syarat dan ketentuan yg membingungkan?, pikirku. Menurutku cinta itu menjadi mahal, ruwet, dan gak masuk akal adalah karena manusia itu sendiri yang semaunya membuat aturan-aturan yang salah kaprah*. Sebagai contoh ( si A adalah seorang pengusaha besar, harus dapat kekasih yang perfect, cantik, kaya, berkualitas gaul yg tinggi) padahal apa sih orientasi mencari pacar? cinta juga kan, haruskah seruwet itu, seformal itu? Entah..........

Kalo kita kaji, seberapa mahal "secangkir teh" yg setiap kali dipamerkan orang2 saat mengungkapkan bahwa aku mencintai kekasihku dengan berbagi satu cangkir teh, 100 ribu? 1 juta? seharga liontin?, disetiap warung kecil yg murahan saja banyak, eceran dan tidak perlu ke luar negeri.

Kenapa saat manusia marah2 dengan istrinya, ngambek dengan kekasihnya tak teringat dengan teh yg super murah itu, obat mujarab dengan label biasa. Teh itu hanya merasa dihargai pada saat manusia senang, bahagia, tapi pada saat marah? alih-alih dibanting pula cangkirnya. Coba bayangkan betapa hangatnya teh dipagi yang sangat dingin, betapa lembutnya disaat kita merasa stress.

Ingat, secangkir teh adalah bukan segunung emas atau bunga dipucuk gunung, yg harus bersusah payah untuk mendapatkannya. Untuk temanku, Cinta itu semurah secangkir teh, jangan dibuat mahal, jangan diruwet-kan, jadikan nilanya sangat-sangat berharga. Rubahlah kebiasaan secangkir berdua pada saat bahagia saja, tapi coba secangkir lagi pada saat kegundahan, kemarahan dan keegoisan menyergapmu.

(teh disini diibaratkan perhatian kecil yang kadang dilupakan orang dalam dunia cinta)

* salah kaprah : kekeliruan yang menjadi lumrah
* adem panas : panas dingin
* hommy : ungkapan kenyaman layaknya dirumah

Tidak ada komentar: