3 Agu 2008

Goresan atau Lukisan? di Dinding Masjid itu


Petang ini sayup terdengar, diantara jutaan riuh ......jangkrik mengerik di ujung batang teki. mengingatkanku akan berpuluh2 tahun silam, sandal jepit, sarung tersampir di pundak, peci masih disaku. Ya....... itulah masa kecil yang adil bagi kami, anak2 yang masih polos. Selalu sang ibu yang memarahi kami saat petang tiba, "pake dulu sarungnya" atau "jangan bikin kotor peci" dsb, dsb. Kami masih kecil, ada satu kesenangan yang menanti begitu adzan terdengar, bikin onar setelah sembahyang atau melukis? menggores ya menggores di dinding masjid (seperti ritual yang musti kami lakukan). Ubin hitam yang telah mengkilat menandakan betapa lantai ini selalu dipenuhi sujud, riuh kami menandakan kepedulian orang tua mengajarkan ibadah, dan lukisan itu, lukisan yang tercipta karena darah nyamuk yang menempel di dinding menandakan seberapa sering tangan kami menyentuh dindingnya. Maklum jaman dulu masih banyak nyamuk di masjid itu, jangan sampai terlewat satu pun nyamuk yg akan mengganggu ibadah kami. Sekarang, ingin rasanya melakukan itu lagi, demi sekadar merasakan bekas goresan atau lukisan itu, demi sekadar bisa mengkilapkan lagi ubinnya, demi bisa merasa bersalah karena telah lama meninggalkannya. Semoga dindingnya bisa kami lukis lagi, dengan air mata penyesalan, dengan guratan taubat, dengan lembutnya suara tasbih. Sebelum darah ini beku dan berhenti mengalir. "Takkan kami tutupi ubinmu dengan tikar, agar kami bisa mencium wangimu. Goresan atau Lukisan itu ternyata sebuah kenangan agar kami selalu merinduimu"

Tidak ada komentar: